top of page
Arzaqia Luthfi Yani

Wawancara Eksklusif: Suka dan Duka menjadi Kaigo (Perawat Lansia) di Jepang

Wawancara Eksklusif adalah seri artikel hasil wawancara Tokhimo dengan para ekspatriat tentang pengalaman mereka. Kali ini, kami menghubungi Widi (YouTube Widi Sasnita, Instagram @wiidy_st), seorang caregiver atau kaigo di panti lansia, Jepang. Ini adalah tahun kelimanya menjadi caregiver.




Profil

Negara Asal: Indonesia

Di Jepang sejak: 2018

Kemampuan Bahasa Jepang: N2

Industri: Keperawatan (caregiver)



Dari mana dan bagaimana Anda tahu tentang pekerjaan ini pada awalnya?

Saya mengetahui pekerjaan ini dari seminar BP2MI tentang kaigo di kampus saat masih menjadi mahasiswa keperawatan. Dari situ, saya bertekad setelah lulus akan mendaftar. Alhamdulillah, saya lulus, mendaftar program ini, dan langsung diterima.


Mengapa Anda bekerja di Jepang sebagai kaigo?

Alasan utamanya karena ekonomi. Selain itu, saya juga ingin mencari pengalaman bekerja ke luar negeri. Ada dua pilihan profesi untuk perawat yang ingin bekerja di Jepang, yaitu perawat di rumah sakit dan perawat lansia (kaigo). Saya memilih menjadi kaigo karena pada saat itu saya masih fresh graduate dan belum mempunyai pengalaman bekerja di rumah sakit, sementara untuk menjadi perawat di rumah sakit harus memiliki pengalaman kerja minimal 2 tahun.


Apa saja persyaratan untuk menjadi kaigo?

Sebenarnya, persyaratan menjadi kaigo bisa berbeda, tergantung jalur yang dipilih. Kalau yang saya ikuti, yakni BP2MI G2G, persyaratan pendidikan harus minimal D3 atau S1, maksimal umur 35 tahun, dan bisa berbahasa Jepang minimal N5. Persyaratan lain yang harus dilengkapi adalah dokumen, seperti KTP, surat lamaran pekerjaan, surat keterangan berkelakuan baik, dan surat keterangan sehat.


Sebagai informasi, jalur lain seperti program magang (Technical Intern Training Program) atau tokutei ginou (Specified Skilled Worker) menerima lulusan SMA juga.


Apakah ada persyaratan fisik untuk menjadi kaigo?

Persyaratan fisik harus sehat, tidak bertindik, dan tidak sedang hamil. Untuk menjadi kaigo, ada tes kesehatan juga. Dari segi penampilan tidak ada persyaratan. Yang penting, pelamar tidak memiliki penyakit berat atau kecacatan yang bisa memengaruhi pekerjaan.


Seperti apa proses seleksinya? Berapa lama proses pendaftaran sampai datang ke Jepang?

Proses seleksi juga tergantung jalur atau program. Seleksi program yang saya ikuti (IJ-EPA) memakan waktu satu tahun, dimulai dari penyaringan dokumen hingga penerimaan. Setelah lulus seleksi dokumen, ada tes tertulis yang mengujikan pengetahuan keperawatan. Selanjutnya, ada tes kesehatan, interview, dan matching.


Proses matching adalah pencocokan antara perusahaan dan pelamar kerja. Calon kaigo dapat memilih tempat kerja. Sebaliknya, perusahaan atau panti lansia dari seluruh penjuru Jepang juga memilih kandidat yang dianggap sesuai. Apabila cocok (matching), maka kami pun mendapat kontrak kerja. Setelah tahap ini, kami melakukan tes akhir untuk kelulusan. Saat itu, dari sekitar 600 pendaftar, peserta yang diterima hanya sekitar 300 orang.


Dari program pemerintah G2G dan LPK swasta lain, apa saja perbedaannya?

Menurut saya, dari segi pekerjaan sama, gaji pun tidak terlalu berbeda. Yang membedakan hanya badan yang menaungi saja. Saya sendiri memilih jalur G2G atau IJ-EPA karena pernah disosialisasikan di kampus dan saya memenuhi persyaratan sebagai lulusan keperawatan.


Ada tip memilih LPK?

Menurut saya, carilah senior-senior yang sudah berangkat dari LPK itu dan aktif bertanya ke mereka. Dulu, saya sempat ingin mengikuti LPK. Lalu, saya cari orang-orang yang ikut LPK itu di media sosial, dan bertanya tentang proses dan pengalaman di sana. Biasanya, para senior mau membantu jadi coba saja dihubungi.


Apakah ada pelatihan yang diberikan sebelum atau saat bekerja sebagai kaigo?

Ada. Setelah lulus tes program IJ-EPA, saya mengikuti pelatihan lagi seputar kaigo dan kemampuan bahasa Jepang di Jakarta selama 6 bulan. Apabila lulus tes pelatihan, ada pelatihan lagi di Jepang selama 6 bulan. Kalau ditotal secara keseluruhan, proses pendaftaran hingga benar-benar kerja adalah sekitar 2 tahun.


Setelah itu, saya bisa bekerja sambil mempersiapkan ujian kaigo di Jepang. Saya dimasukkan ke sekolah atau lembaga untuk mendalami bahasa dan keperawatan lansia. Jadwal belajar sebanyak 2 kali seminggu dilakukan di hari kerja dan dihitung sebagai jam kerja.


Apakah ada batas waktu tinggal di Jepang dan bekerja sebagai kaigo?

Kalau di program IJ-EPA, waktu tinggal di Jepang tergantung apakah sudah lulus ujian kaigo atau belum. Pada dasarnya, kami dapat bekerja di Jepang selama 5 tahun. Kami memiliki jatah 3 tahun untuk bekerja sambil mempersiapkan ujian kaigo di tahun ketiga itu. Apabila belum lulus, kami diberikan dua kali kesempatan untuk mengikuti ujian selanjutnya. Ujian itu sendiri ada setiap tahun. Jadi, kalau tidak lulus ujian, kaigo IJ-EPA hanya bisa tinggal di sini selama 5 tahun.


Tapi, sekarang ada program tokutei ginou (SSW). Kalau tidak lolos dalam dua kali kesempatan itu, kami bisa mengikuti program tersebut dan lanjut bekerja di Jepang.


Apabila lulus ujian kaigo, tidak ada batas waktu bekerja di Jepang. Saya sendiri alhamdulillah sudah lulus, jadi bisa sampai kapan pun di sini. Bahkan, saya bisa mengajukan visa permanen juga.


Selain ujian kaigo, apakah ada sertifikasi lain yang bisa diikuti untuk menambah skill?

Untuk bahasa Jepang, bisa ikut ujian JLPT untuk sertifikasi bahasa. Kalau untuk skill, pelatihan medis dapat dijadikan sertifikasi tambahan, contohnya pemberian makanan melalui selang.


Menurut Anda, seberapa lancar bahasa Jepang yang diperlukan sebagai kaigo di Jepang?

Karena kaigo berhadapan langsung dengan pasien, bahasa Jepang kaigo harus lancar. Hal ini karena komunikasi itu penting dalam mengurus lansia. Menurut saya, persyaratan N5 itu sebenarnya belum cukup, jadi butuh sampai level N3.


Bagaimana sistem kerja menjadi kaigo di Jepang?

Sistemnya shift. Dalam satu bulan, kami punya 10 hari jatah libur dan nggak selalu saat weekend. Sebanyak 7 hari dari libur sudah dijadwalkan, tapi 3 sisanya bisa pilih sendiri. Ada shift malam juga dan bisa dapat uang lembur. Boleh saling tukar shift juga dengan teman, tapi harus konsultasi dulu ke atasan.


Saat bekerja sebagai kaigo, bagaimana cara Anda bersosialisasi?

Awalnya saya merasa kesulitan karena terkendala bahasa. Meskipun sudah pernah belajar, saat dihadapi langsung ternyata berbeda. Alhamdulillah, orang-orang di sini mengerti kalau saya orang asing. Jadi, mereka bisa memahami apa yang saya ucapkan.


Bagaimana suka dan duka jadi kaigo di Jepang?

Suka bekerja di sini, utamanya karena bisa bekerja di Jepang. Selain kerja, saya bisa berwisata dan jalan-jalan. Liburnya banyak, kerjanya pun tidak terlalu melelahkan. Selain itu, cuaca atau perputaran musim tidak terlalu berpengaruh karena bekerja di dalam ruangan. Saya juga senang menjadi kaigo karena berhubungan langsung dengan manusia, jadi bisa belajar terus. Kemampuan bahasa saya pun jadi lebih lancar.


Dukanya berkaitan dengan merawat lansia. Contohnya saat menghadapi pasien lansia yang sudah pikun atau pasien yang sudah berisiko jatuh, tapi masih sering mondar-mandir. Harus lebih sabar dan kuat mental saat menghadapi mereka. Duka lain adalah saat awal bekerja, harus menulis laporan yang bahasanya sangat sulit. Waktu itu, bahasa Jepang saya masih belum terlalu bagus jadi tugas menulis laporan sangat berat.


Apa rencana karir Anda di masa depan?

Sebenarnya, kaigo juga ada jenjang karier sampai ke level manajer. Tapi, saya sendiri belum ada keinginan untuk naik ke level atas. Kedepannya, saya masih ingin menjadi kaigo di sini jadi saya fokus memperlancar bahasa dan meningkatkan kemampuan saja. Mungkin suatu saat nanti saya akan ada rencana untuk naik level.


Kehidupan di Jepang

Saat pertama kali sampai jepang, apakah ada culture shock?

Ada. Saya cukup merasa culture shock dengan musim dan makanan halal. Alhamdulillah, sekarang banyak toko yang menyediakan makanan halal jadi tidak susah untuk mencari makan. Ada juga kesusahan mencari tempat salat. Alhamdulillah di tempat kerja disediakan.


Saya juga kaget karena jarang menemukan tempat sampah. Kemudian, yang sangat berbeda dengan Indonesia adalah sesama tetangga nggak saling kenal dan nggak saling sapa.


Bagaimana cara Anda beradaptasi dengan kehidupan di Jepang?

Saat awal di Jepang, saya merasa sulit beradaptasi. Menurut saya, langkah awal beradaptasi adalah melancarkan kemampuan bahasa Jepang terlebih dahulu. Lalu, beranikan diri untuk menjelajahi tempat-tempat yang ada di Jepang. Selain untuk wisata, jalan-jalan bisa buat membantu kita mengenali lingkungan.


Saya juga memberanikan diri untuk mencoba semua hal yang ada di Jepang, selagi tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Saya juga sering mengobrol dan bertanya dengan rekan kerja. Intinya, harus berani mencoba.


Apakah Anda mengikuti komunitas? Apa manfaat komunitas bagi Anda?

Saya ikut komunitas, tetapi jarang ikut kegiatannya karena jadwal pekerjaan. Keberadaan komunitas sangat membantu karena bisa memfasilitasi saya untuk bertanya dengan senior-senior.


Apakah ada tip yang ingin diberikan untuk orang-orang yang mau jadi kaigo?

Banyak-banyak belajar dan memperlancar kemampuan bahasa. Persiapkan juga mental secara matang karena kita ingin datang ke tempat yang sangat berbeda dari Indonesia. Harus selalu ingat niat dan tekad yang diyakini saat datang ke sini. Sebab, menurut saya, di sini banyak godaan. Jadi, perbaiki lagi niatnya.


Cari juga informasi sebanyak-banyaknya agar tidak kaget saat tiba di sini. Apabila melihat media sosial, jangan terlalu banyak mencari cerita-cerita yang baik. Jangan pula hanya terpaku pada cerita-cerita yang buruk. Jadikan informasi suka dan duka seimbang.


 

Looking for career opportunities in Japan?


Create your profile in Tokhimo and let recruiters approach you!

Set up your account easily and for free.






123 views

Looking for career opportunities in Japan?

Create your profile in Tokhimo Jobs and let recruiters approach you!
Set up your account easily and for free.

Contact Us

MENU

SOCIALS

© 2023 Tokhimo Inc. All Rights Reserved.

bottom of page