(Read English version here)
Wawancara Eksklusif adalah seri artikel hasil wawancara Tokhimo dengan para ekspatriat tentang pengalaman mereka. Kali ini, kami menghubungi Jati, seorang mahasiswa S3 di Jepang. Dia kembali ke Tokyo setelah menyelesaikan studi masternya empat tahun lalu.
Profil
Negara Asal: Indonesia
Di Jepang sejak: 2016 – 2018; 2022 – sekarang
Kemampuan Bahasa Jepang: N3
Industri: IT
Jurusan dan Universitas: Computer Science and Communications Engineering, Universitas Waseda
Apa yang kamu lakukan di Jepang?
Saya menjalani kuliah S2 dari 2016 hingga 2018. Saat ini saya sedang melanjutkan S3 di universitas yang sama.
Mengapa Anda memilih Jepang untuk melanjutkan studi?
Saya selalu ingin tinggal di luar negeri karena sebelumnya saya menghabiskan masa sekolah di satu kota saja. Ketika merencanakan S2, saya memilih Jepang karena tertarik dengan budaya otaku dan tentu saja kualitas pendidikan di sana. Saya juga tertarik dengan penelitian seorang profesor di Universitas Waseda dan memintanya untuk menjadi pembimbing penelitian saya.
Saya kembali ke Jepang untuk studi S3 karena sudah memiliki pengalaman tinggal di sana. Tidak akan terlalu sulit untuk beradaptasi lagi. Jepang juga jauh lebih dekat daripada Amerika Serikat dan Inggris dari Indonesia. Jadi, Jepang adalah pilihan yang sangat nyaman bagi saya.
Apa saja persyaratan untuk mendaftar program master dan doktoral di Jepang?
Anda harus mencari seorang profesor untuk menjadi supervisor penelitian terlebih dahulu. Setelah ada profesor yang setuju untuk menjadi supervisor Anda, Anda dapat melanjutkan dengan proses pendaftaran mahasiswa. Anda dapat melamar tanpa supervisor, tetapi itu membuat Anda berada dalam posisi yang sangat tidak menguntungkan.
Kalau saya, saya tertarik dengan penelitian seorang profesor dan mengirimkan email karena saat itu saya tidak berada di Jepang. Prosesnya mirip dengan mencari kerja, yaitu saya mengirim CV dan publikasi saya, lalu diwawancarai. Kemudian, profesor tersebut menerima saya. Karena sudah memiliki dana untuk studi, beliau langsung meminta saya melanjutkan pendaftaran.
Berapa level JLPT Anda sebelum datang ke Jepang?
Saya sudah di level N3 sebelum datang ke Jepang, tapi saya yakin itu tidak cukup. Saya dapat berbicara bahasa Jepang dan membaca beberapa karakter, tetapi saya tidak bisa menulis.
Apakah mungkin untuk belajar di jurusan Anda tanpa mengetahui bahasa Jepang?
Sebenarnya mungkin, karena saya mendaftar di program internasional. Semua kelas saya seharusnya dalam bahasa Inggris. Namun, beberapa dosen mengajar dalam bahasa Inggris dan Jepang. Saya tidak mempermasalahkannya karena itu membantu kemampuan bahasa Jepang saya meningkat.
Bagaimana Anda mendanai studi Anda?
Saya menerima beasiswa pemerintah Indonesia (LPDP) untuk studi master saya. Itu mencakup semuanya, mulai dari tiket penerbangan hingga tunjangan hidup. Namun, para penerima beasiswa diharuskan untuk kembali ke Indonesia. Mereka harus menunggu beberapa tahun sebelum dapat pergi ke luar negeri lagi.
Untuk studi doktor, saya menerima dana dari profesor supervisor penelitian saya. Sistemnya adalah saya bekerja dengan beliau dalam proyeknya dan dibayar per bulan atau tahun. Kemudian, saya menggunakan uang itu untuk biaya kuliah, tunjangan hidup, dan sebagainya.
Namun, ada banyak beasiswa untuk mahasiswa S3 kalau mereka sudah berada di Jepang. Saya melamar dan menerima Waseda University Open Innovation Ecosystem Program for Pioneering Research (W-SPRING) di tahun kedua saya. Beasiswa tersebut didanai oleh pemerintah Jepang tetapi dikelola oleh Universitas Waseda.
Apakah ada banyak siswa internasional di jurusan/universitas Anda?
Universitas Waseda memiliki komunitas mahasiswa internasional terbesar. Kira-kira 60% mahasiswa berasal dari Jepang dan 40% sisanya adalah mahasiswa internasional. Bahkan pelajar Indonesia saja sekitar 100 orang. Mahasiswa di lab saya juga sangat global.
Apakah lingkungan Jepang sesuai dengan ekspektasi Anda?
Tidak, tapi itu bukan hal yang buruk. Saya sangat terkejut dengan betapa globalnya lingkungan saya di Jepang. Saya pikir hanya ada satu atau dua mahasiswa internasional dalam kelas yang penuh dengan mahasiswa Jepang. Tapi, dalam kasus saya, ada banyak mahasiswa internasional di Waseda. Ini sangat tidak sesuai dengan ekspektasi saya, tetapi saya senang dapat berteman dengan orang-orang dari berbagai negara dan budaya.
Apa perbedaan antara belajar di Jepang dan negara asal Anda?
Satu hal yang cukup berbeda adalah bagaimana universitas berinteraksi dengan industri. Sebagai mahasiswa di Indonesia, saya jarang berinteraksi dengan dunia industri. Bahkan jika saya melakukannya, itu adalah inisiatif saya sendiri. Di Jepang, semua orang sepertinya berpikir tentang bagaimana mereka bisa masuk ke industri ini melalui universitas. Siswa biasanya melakukan shukatsu setahun sebelum kelulusan. Para profesor juga sangat mendukung dalam hal karir.
Apakah Anda melakukan pekerjaan paruh waktu?
Saya tidak melakukannya selama studi master dan doktor saya. Untungnya, saya mendapat cukup dari beasiswa saya, dan sekarang, sebagai mahasiswa S3, saya sudah memiliki pekerjaan di lab profesor saya.
Apa rencanamu setelah lulus?
Saya belum memutuskan. Saya mungkin tinggal di Jepang atau pergi ke tempat lain untuk melanjutkan pasca-doktoral saya. Pada akhirnya saya akan kembali ke Indonesia karena masih dikontrak sebagai dosen di sana.
Bagaimana cara berteman di Jepang?
Teman saya kebanyakan adalah mahasiswa internasional dari berbagai negara. Saya merasa agak sulit untuk berteman dengan mahasiswa Jepang seusia saya karena kebanyakan dari mereka melakukan shukatsu. Ada kendala bahasa juga, jadi saya tidak banyak berinteraksi dengan mereka.
Apakah Anda bergabung dengan komunitas Indonesia di Jepang?
Saya bergabung dengan Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang selama program magister saya. Saat ini saya tidak aktif di komunitas mana pun karena saya baru berada di sini selama beberapa minggu. Ada banyak komunitas Indonesia di Jepang, seperti persatuan pelajar, komunitas Muslim, bahkan komunitas pendukung sepak bola.
Di mana Anda dapat menemukan komunitas ini?
Kebanyakan di Instagram dan Facebook, tapi Anda juga bisa mengetahuinya dari mulut ke mulut. Jika Anda adalah orang Indonesia di Jepang, maka sangat mudah untuk menemukan orang Indonesia lainnya. Secara alami, Anda akan berbasa-basi dan menyebarkan informasi tentang komunitas.
Apakah Anda memiliki seorang mentor ketika Anda datang ke Jepang?
Saya tidak punya, tapi mahasiswa Indonesia lainnya, terutama yang dari universitas besar, biasanya sudah memiliki senior di Jepang. Hal positif yang saya rasakan karena tidak punya mentor adalah saya terpaksa belajar bahasa Jepang agar bisa melakukan banyak hal sendiri. Beberapa orang lebih lambat menguasai bahasa Jepang karena ada orang untuk membantu mereka untuk mengerjakan berbagai hal. Tapi, saya pikir tentu saja akan lebih mudah jika Anda memiliki seorang mentor di Jepang. Mentor tersebut pun tidak harus berasal dari negara yang sama.
Apakah kamu punya tips untuk orang Indonesia yang ingin kuliah di Jepang?
Pertama, fokuslah pada bahasa Inggris sebelum belajar bahasa Jepang. Banyak universitas di Jepang yang menawarkan program internasional sehingga Anda dapat mendaftar berbekal kemampuan bahasa Inggris yang baik. Jika hanya untuk tujuan akademis, Anda tidak perlu fasih berbahasa Jepang. Tentu saja, Anda harus belajar bahasa Jepang untuk mendaftarkan alamat, mendapatkan asuransi kesehatan, dan kebutuhan hidup lainnya. Tidak perlu menguasai keigo jika hanya ingin belajar di Jepang.
Kedua, bayangkan Jepang sebagai sesuatu yang berbeda dari Indonesia. Setiap negara berbeda satu sama lain. Hal biasa yang biasa di Indonesia mungkin jarang terjadi di Jepang. Anda harus menghilangkan beberapa kebiasaan yang Anda lakukan sebelumnya. Perubahan ini adalah kesempatan bagus untuk mengembangkan diri Anda menjadi versi yang lebih baik.